Selasa, 17 Januari 2017

[REVIEW] Tropicana Slim Nutty Chocolate Cookies

Diposting oleh Praptining Andari di 17.00 0 komentar
Di penghujung 2016 kemarin aku diberi kesempatan oleh Tim Yukcoba.in untuk mencoba dan mereview sebuah produk.  Dan produk itu adalah.....
Taraaa!!!!


Apa yang ada di pikiran kamu ketika mendengar brand “Tropicana Slim” ? ?
Pasti banyak yang mikir gula jagung, kan! Tapi ternyata Tropicana Slim punya produk camilan juga lho, namanya Tropicana Slim Nutty Chocolate Cookies.
Brand Tropicana Slim sudah terkenal dalam spesialisasi produk rendah kalori dan tanpa gula yang dikhususkan untuk para penderita diabetes. Tapi tunggu, kalau cookies dibuat tanpa gula trus rasanya gimanaah? ? Oke deh untuk menjawab kegundahan itu ada baiknya let’s start to review this product! Mulai dari kemasannya dulu yha.

Kemasan
Tropicana Slim Nutty Chocolate Cookies ini dikemas dalam kardus karton dengan berat bersih 200 gram dan terdapat gambar presiden tumpukan cookies di muka kemasannya. Seperti produk-produknya yang lain, brand Tropicana Slim ini punya kekhasan melalui highlight warna kuning yang dominan. Menurutku packagingnya kurang menarik karena kardus katon ini mudah rusak dan bisa membuat kue di dalamnya jadi remuk. Alangkah lebih baik jika kemasan dibuat dengan model travel pack sehingga mudah disimpan dan bisa dibawa sebagai camilan ketika bepergian.

Informasi Produk
Tropicana Slim Nutty Chocolate Cookies adalah kue kering rasa coklat yang diperkaya oat dengan campuran kacang tanah dan bebas gula. Di sisi kanan-kiri kemasan terpampang informasi nilai gizi dan komposisi produk. Informasi tentang kode produksi dan tanggal kadaluarsa juga tercantum di bagian bawah kemasan.


Tunggu, ada yang bikin aku bingung di sini. Produk ini mengklaim bebas gula dan di informasi nilai gizi juga tercantum bahwa sukrosa 0%. Tapi ternyata di bagian komposisi ada pemanis buatannya, yaitu sukralosa. Hmmm.

Warna dan Tekstur Kue



Tolong fokus ke kuenya ya, jangan ayamnya
Seperti yang terlihat pada gambar, warna kue adalah coklat pekat dengan campuran kacang di dalamnya. Tekstur kue ini cukup renyah, mudah remuk, dan krenyes-krenyes gitu khas biskuit dengan oat. Dan sayangnya aku kurang suka sensasi krenyes-krenyesnya itu, agak geli rasanya di gigiku huhu.. Oh ya karena mengandung oat, kelihatan kan kalo kue itu penuh serat. Meskipun gitu, kue ini ngga terlalu bikin seret.

Rasa
Meskipun produk ini sugar free tapi rasanya ngga pahit seperti yang aku bayangkan sebelum mencobanya. Rasanya manis sih walaupun gak semanis janji-janji mantan #heleh
Mungkin karena ada pemanis buatannya itu kali, ya. Coklat dan kacangnya juga kerasa banget. Tapi rasa kacangnya lebih strong dari rasa coklatnya sih kalo menurutku. Strong banget kacangnya, kayak sikap kamu waktu menghadapi kenyataan ditinggal gebetan.

Rekomendasi
Untuk kalian yang lagi program diet atau sedang mengurangi konsumsi gula tapi pengen ngemil, aku saranin untuk coba produk ini deh. Karena dari info produknya, cookies dengan 100 kalori ini mengandung oats yang mana dapat menahan rasa lapar dan memperlancar pencernaan. Buat yang gak program diet juga boleh nyobain kok, soalnya rasanya enak. Beneran deh. Lehuga loh.

Repurchase
I don’t think so. Rasa cookies ini enak sih sebenernya, cuman aku kurang suka tekstur krenyes-krenyes dari oatsnya. Jadi rasanya aku tidak ingin repurchase produk ini buat aku. Dan ternyata setelah aku browsing, sukralosa adalah dua kali manisnya sakarin, dan 3 kali manisnya aspartam. Pemanis ini stabil pada suhu panas dan juga pada berbagai kondisi pH (sumber: www.wawasanilmukimia.wordpress.com). Tapi pemanis ini rendah kalori dan rasanya enak hehe

Oke that’s my review. Setiap orang punya selera yang berbeda-beda ya, jadi review ini tidak bisa digeneralisasikan buat semua orang. Semoga review pertamaku ini bermanfaat ya buat siapapun yang baca dan butuh info terkait produk ini.

Oh ya terimakasih buat Tim Yukcoba.in yang udah memberi kesempatan sama aku buat mereview dan nyobain produk ini secara gratis. Love youu!
 

An Absurd Thing Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos